Rabu, 27 Oktober 2021

Rabu, hari tuntaskan rindu

Perjalanan pulang hari ini cukup menguras emosi. Dari jam 5 nongkrong di pinggir jalan menunggu, tapi ga ada satupun bis jurusan Surabaya melintas.


Biasanya, hanya perlu menunggu sekitar 15 menit. Tapi, kali ini... sudah 30 menit berdiri, belum ada juga bus yang mengangkutku pulang.


Udah mewek aja di pinggir jalan. Lihat langit sudah gelap. Jalanan sepi. Mata rabun semakin ga awas melihat kejauhan. 


3 kali bis lewat, aku cegat. Tapi lain jurusan. Mohon maaf, mata saya tidak bisa membaca jurusan yang terpampang di kaca depan. Selain memang seharusnya sudah pake kacamata, ditambah cahaya matahari telah  lama tenggelam.


Genap satu jam menanti. Izin suami, izin anak2 untuk tidak pulang malam ini. Walau ragu, kuarahkan langkah hendak menyebrang jalan, untuk kembali menyusuri jalan ke kosan. Tapi, alhamduliah.. hari ini aku bisa pulang. Bis yg kunantikan akhirnya datang.


Sebelum melangkah masuk, aku memastikan bus jurusan ke Surabaya. Kenek menganggukkan kepala. Setelah duduk, saya tanyakan lagi ke penumpang yang duduk di sebelah "Ini bis jurusan Surabaya kan bu?" Ibu di sebelahku mengiyakan.


Bagi saya yang penggugup dan peragu ini. Sungguh sebuah tantangan, harus naik bis sendirian. Malam-malam pula 


Tapi hey, ada anak umur 5 yang menanti pelukan mamanya. Ada anak cantik yang sebentar lagi ulangtaun ke 11, yg ingin kudengar ceritanya.


Jadi, kutelan saja segala rasa takut ini mentah-mentah. Sambil diam2 menghapus air mata. Mau nangis, inget tempat nuy...

Rabu, mari tuntaskan rindu

#ditulis di bus jurusan Tulungagung Surabaya, diiringi musik yang menyamarkan isak.




Minggu, 25 Oktober 2020

Kilas balik

 

Beberapa bulan yang lalu, aku memutuskan menghapus akun Facebook. Akun yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi tempat sampa itu, hampir 3 tahun tidak aku isi dengan postingan baru. Dan sudah lama pula laman berlogo biru itu tidak aku tengok, bahkan untuk sekedar melihat-lihat. Jadi, kufikir sebaiknya diarsipkan saja.

Awalnya, aku membongkar file lama untuk mencari bahan tulisan. Namun ternyata aku malah terdampar pada dinding racauan. Tidak kusangka, ada banyak harta karun tersembunyi di arsip Facebookku. Walau postinganku di awal, adalah hal-hal yang tidak mengarik. Ternyata, aku dulu sebegitu recehnya. Mengepost hal-hal tidak penting. Tepat sekali aku menutup akun itu.

Tetapi, ada juga tulisan-tulisan yang cukup menarik untuk disimak. Puisi-puisi pendek, cerita-cerita seru, ringkasan pekerjaanku. Dan yang paling aku sukai adalah cerita tentang sulungku. Mulai dari celoteh-celotehnya, hingga tingkah-tingkah lucunya. Dulu aku rajin sekali menuliskan beragam hal tentangnya, beserta foto-foto menggemaskan yang membuatku bernostalgia.

Kilas balik itu ternyata cukup menyenangkan. Membuatku menyadari betapa jauh jalan yang telah kami tempuh. Kilas baik ini juga membuatku tersadar, begitu banyak perubahan yang terjadi pada diriku. Mulai dari pemahaman, cara bertutur dan berbicara, juga cara menghadapi masalah.

Mudah-mudahan, pelesir singkatku menengok masa lalu membuatku belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Serta menjadi pengingat agar aku tidak melakukan kembali kesalahan-kesalahan yang dulu.

#30dwcjilid26

#squad5

#IWQ_1

#DAY7

Memori

April 2020

Senyuman selalu terkembang, setiap kali ingantanku kembali ke saat itu. Saat pertama kalinya aku merasakan nyawa lain di dalam tubuhku. Malam itu, seperti biasa aku dan suami menanti giliran dipanggil. Duduk di sofa nyaman, namun dengan penuh kekhawatiran. Berharap-harap cemas akan kondisi kehamilanku yang kedua. Mengingat aku pernah keguguran sebelumnya.

Agak lama kami menunggu, sampai saatnya namaku dipanggil. Suamiku duduk di kursi konsultasi. Aku menimbang berat badan. Hampir semua pertanyaan rutin dari dokter, dijawab oleh suamiku. Sementara aku hanya mengiyakan, atau memberikan tambahan informasi. Aku gugup.

Dokter bilang, penambahan berat badanku masih belum ideal. Dan inilah pertama kalinya aku mendapatkan saran yang amat menyenangkan dari seorang dokter. Aku disarankan untuk lebih sering mengkonsumsi es krim... Wow.. dengan senang hati dok. Pasti saya turuti.

Rasanya dingin di bagian bawah perutku, saat suster mengoleskan gel untuk memudahkan proses pemeriksaan USG. Sebuah alat yang terhubung kepada monitor di sebelah tempat tidurku. Merekam isi perutku.

Pada layar bergambar hitam putih itu aku meilhat sebuah bentuk berdenyut-denyut. Dokter menjelaskan secara singkat, bahwa itu adalah denyut jantung calon bayiku. Saat suara denyut itu diperdengarkan, rasa haru menyesaki rongga dadaku. Bulir air mata bahagia luruh begitu saja dari kedua mataku.

Aku terpaku. Begitu terpukau. Detak jantungku seakan menyelaraskan irama dengan denyutannya.. Menakjubkan sekali melihat kehidupan lain di dalam tubuhku. MaasyaAllah, Maha Besar Allah yang telah menjadikan sesosok tubuh mungil tumbuh perlahan tapi pasti di badan kecilku.. Aku menantikan kehadirannya ke dunia ini. Unutk memeluk tubuh rapuhnya sepenuh cinta. Aku menantikannya. Benar-benar mendambakannya.

#30dwcjilid26

#squad5

#IWQ_1

#DAY6

 

Rabu, 21 Oktober 2020

Firasat

 Lasmi mematung di ambang pintu. Perasaan gundahnya makin menjadi. Semilir angin subuh menggigit tulang. Namun bukan itu yang membuatnya gigil. Entah apa yang mengganggu fikirannya. Tiba-tiba saja muncul semenjak ia terjaga. Sementara Pak Darto, suaminya, hanya menanggapi dengan biasa saja kecamuk yang menyesak di dadanya.

Sepeda tua yang sarat dengan sayur mayur menghilang dari pandangannya. Lasmi menutup daun pintu yang sudah lapuk dengan sedikit enggan. Separuh hatinya ingin berlari mengejar suaminya. Mendekapnya untuk menahan langkah lelaki tua itu supaya tidak menjauh darinya. 

Firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk mungkin terjadi. Bisa pada dirinya, anak-anaknya, atau mungkin suaminya.

Sudah berbulan-bulan, anak semata wayangnya belum memberi kabar. Untuk pulang, mungkin belum punya bekal. Keadaan ekonomi anaknya tidak lebih baik darinya. Ia paham betul jika sampai anaknya itu belum bisa pulang untuk sekedar melepas rindu.

Sedangkan suaminya, tidak mau ambil pusing dengan firasat yang dia rasa. Dia bilang, semua itu hanya ada dalam fikiran Lasmi saja. Yang nyata adalah rasa lapar yang harus dituntaskan. Dan segala kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi.

Yang ia bisa lakukan sekarang hanya mencoba mengusir prasangka dengan menyibukkan diri di dapur. Ia tidak tahu, tepat saat ia menuangkan air ke baskom beras di hadapannya. Saat itu kemalangan menjumpai suaminya. Pak Darto menjadi korban tabrak lari.

#30dwcjilid26
#squad5
#IWQ_1
#DAY5

 

Senin, 19 Oktober 2020

Jujurlah


Kadang, aku takut untuk menulis. Yang aku takutkan adalah, terselip kesombongan dalam tulisan yang kubuat. Akupun khawatir, jika dengki ternyata ikut mengotori.

Menulis, mampu menggerakkan hati. Karena itulah aku amat berhati-hati. Jika saja tulisanku bisa menggerakan pada kebaikan, tentu itu yang paling aku inginkan. Tapi bila kebaliknya, tentu aku turut bertanggungjawab bukan?

Pada awalnya, semua kehawatiran itu membuatku berhenti sama sekali. Karena pernah suatu waktu, tulisanku menjadi boomerang yang memantul ke wajahku sendiri.

Pernah pula, kata-kata yang aku susun malah membuat orang berang dan berujung tuduhan yang tidak berdasar padaku. Sungguh, kata-kata bisa menjadi pisau bermata dua. Maka aku dituntut untuk lebih bijak dan dewasa. Yang mana, berat sekali untuk diemban.

Karena jujur, selama ini aku menuliskan racauan dari isi kepalaku yang semrawut tidak karuan. Disampaikan dengan tergesa-gesa. Pada waktu dan tempat yang kadang tak tepat. Tidak semua bisa memahami apa yang ingin kusampaikan. Tapi, itu bukan salah mereka. Salahkulah yang tidak pandai mengolah kata.

Kemudian, aku jadikan ketakutan itu sebagai kekuatan yang mendorongku menggali lebih dalam lagi. Tak sekedar berkata-kata namun mencari sebanyak mungkin makna. Bukan sekedar menyajikan tulisan, namun inginnya menyuguhkan pemahaman.

Dan, perjalanan menuju ke sana sungguh memerlukan banyak sekali bekal. Tanpa ilmu dan pengetahuan, langkahku bisa terjegal.

Menulis dengan kejujuran, bukan sekedar menorehkan semua hal yang kita rasa dan fikirkan. Namun memilah dan memilih hingga bersih, mana yang paling dibutuhkan jiwa yang paling murni.

#30dwcjilid26
#squad5
#IWQ_1
#DAY4

Gadis Senja

Aku sering melihatnya di persimpangan, hampir setiap hari sebelum birunya langit memudar. Wajah bulatnya terlihat mempesona disirami cahaya senja. Entah mengapa, aku begitu menikmati setiap momen dia berjalan menjauh menuju arah matahari terbenam.

Gadis itu, biasanya turun dari bis kota sekitar jam setengah enam sore di halte sebrang jalan. Waktu itu, aku dikagetkan oleh suara decit ban motor yang tiba2 berhenti. Saat aku menoleh, aku melihat dia berdiri kikuk karena hampir tertabrak.

Wajahnya pias, begitupun aku. Kami sama-sama terkejut. Setelah kejadian itu, matanya yang tajam selalu mengawasi lampu lalu lintas. Setelah kejadian itu pula, aku setiap hari mendatangi cafe ini. Duduk menanti agar aku bisa melihatnya lagi.

Dia tidak terlalu cantik. Bentuk wajahnya bulat cenderung tembam. Dibingkai rambut lurus sebahu yang seringkali dia biarkan terurai. Namun pernah sekali waktu dia mengikat rambutnya tinggi seperti ekor kuda. Menambah kesan kekanakan pada wajahnya.

Hari ini, dia tidak ada di antara para penumpang yang turun di halte. Sebetulnya, ini bukan pertama kali terjadi. Tapi entah mengapa, kali ini aku dibuatnya gelisah. Aku sudah mengumpulkan keberanian untuk menghampirinya. Sejak pagi aku menantikan saat-saat senja tiba untuk menemuinya.

Langit begitu gelap, awan hitam bisa saja menumpahkan hujan deras sewaktu-waktu. Cappucino yang kupesan sudah hampir dingin. Namun belum juga kusentuh. Sudah dua bis berlalu dan tak kutemui juga wajah bulat itu. Rasa cemasku semakin menjadi.

Senja sudah lama berlalu. Hujan turun diselingi petir menyambar-nyambar. Bis berikutnya berhenti. Aku menghela nafas lega. Saat kulihat wajah yang kunantikan itu berdiri di bawah naungan halte. Menunggu hujan reda.

Sudah hampir tiga bulan aku menimbang-nimbang untuk menghampirinya. Dan kurasa ini saat yang paling tepat.

Kedua kakiku melangkah gamang. Jantungku bergemuruh hebat seperti guntur yang bersahutan di langit malam. Aku khawatir dengan reaksinya bila tiba-tiba melihatku lagi. Akankah dia pergi?

Jarakku dengannya semakin dekat. Dia masih belum menyadari kedatanganku hingga saat aku berdiri di depannya. Air hujam menetes-netes dari ujung payungku. Dengan ragu, kuulaskan senyum untuknya.

Walau dalam keremangan lampu jalanan, aku bisa melihat wajah bulat itu dengan jelas. Sekilas, aku melihat keterkejutan, namun segera ia tutupi. Manik matanya, seperti dulu, mampu menembus sisi terdalam diriku. Dan aku semakin cemas. Apa yang saat ini dia fikirkan?


#30dwcjilid26

#DAY3

Sabtu, 17 Oktober 2020

Jarak kita

Kau bilang sangat menyukai laut. Kau memang tidak mengatakannya langsung kepadaku sebagaimana juga hal-hal lainnya. Namun, dari balik dinding kamar aku pernah mendengar kau bicara tentang itu; tentang keinginanmu berdiri di depan laut dan kau menyaksikan ikan-ikan berlompatan. *Tentang Kita dan Laut* Cerpen Yetti A. KA (Kompas, 18 Agustus 2019).


Sementara aku, dari dulu selalu jatuh cinta pada pegunungan. Menikmati segarnya udara di antara dedaunan hijau. Serta menikmati dinginnya air sungai yang mengalir di antara bebatuan. Sepertinya, kita memang ditakdirkan untuk bertolak belakang. Dalam segala hal. Meski kita terlahir dari rahim yang sama.

Lucu ya, kita tinggal bersama, namun begitu asing. Aku yakin teman-temanmu, lebih mengenalmu. Karena itu aku sering mencuri dengar pembicaraan kalian. Sambil menyembunyikan diriku dari tatapan-tatapan yang  sering kali tak menyenangkan.

Kau mungkin tahu, aku sering sembunyi-sembunyi memasuki kamarmu. Melihat segala hal yang penuh dengan keteraturan. Jauh berbeda dengan kamarku yang kacau balau. Aku pun teratih membuka lemari yang kau kunci rapat-rapat sebelum kau pergi sekolah. Membaca diam-diam buku harian yang kau sembunyikan dengan jeli.

Sungguh, aku selalu mengharapkan kita bisa sehangat Elsa dan Anna. Namun, semakin lama aku sadar itu terlalu musykil. Cukuplah kita menjadi seperti kita apa adanya sekarang ini. Dua orang sedarah yang  begitu berjarak.

Biar kulanjutkan perjalananku menuju pegunungan sunyi. Lalu menyusuri hutan  yang jarang dilintasi kecuali oleh para pendaki. Agar aku bisa puas menyendiri, bersembunyi. 

Dan kau, silakan menuju pantai yang menawan. Lalu berdiri di depan laut menyaksikan ikan-ikan berlompatan. Dikelilingi orang-orang yang memandangimu dengan penuh kekaguman.


#30dwcjilid26

#DAY2