Selasa, 22 September 2020

Bapak

Beberapa hari ini, setiap kali teringat bapak, air mata tanpa terasa meleleh begitu saja. Merasa nelangsa, karena belum bisa pulang di saat bapak sedang sakit, jauh di sana di Sukabumi.

Yang menyesakkan adalah, aku belum bisa menemaninya, menghiburnya menjaganya. Kondisi belum memungkinkan untuk aku pulang saat ini, di tengah pandemi ini.

Aku bersyukur sekali, mempunyai sosok ayah seperti Bapak. Walau kadang beliau keras, tegas cenderung galak. Tapi tetap, bapak adalah sosok penyayang. Hatinya lembut dibalik sikapnya yang terkadang keras. Sekali waktu bapak memukul, kalau kami anak-anaknya tidak patuh atau susah diatur. Tapi beliau tidak sungkan menangis, memeluk kami ketika kami pulang setelah berpetualang jauh dari rumah.

Masih terbayang, bapak yang berdiri di ambang pintu dengan mata penuh marah. Ya, tentu saja karena ulahku sendiri. Biasanya karena pulang terlambat tanpa mengabari. Bagi bapak, pulang ke rumah sebelum magrib adalah wajib. Tidak ada yang boleh berkeliaran di malam hari. Kecuali jika memang ada keperluan penting. Atau ada acara yang memang harus kami hadiri.

Tapi, aku juga suka sering mendapati ekspresi bangga bapak ketika menceritakan kami kepada teman-temannya. Bapak membicarakan pencapaian kami, yang menurutku biasa saja ini dengan penuh semangat. berapi-api. Dan aku menikmatinya, walau kadang merasa pujian bapak terhadap kami terlalu berlebihan.

Namu, yang paling kurindukan adalah saat beliau memelukku... terasa sekali kasih sayang dalam peluk eratnya. Dalam sorot matanya yang berkaca-kaca karena air mata bahagia, ketika melihatku pulang ke rumah bersama suami dan anak-anak.

Aku sangat bersyukur mempunyai Bapak. Aku sangat bahagia menjadi putri Bapak.

Hampura abah.. Dede tacan tiasa ngapibagja Bapak Mamah...
Enggal damang... Dede sono pisan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar