Rabu, 30 September 2020

Belajar apa aja?

Aku tuh pembelajar yang cukup lambat. Lamaa sekali sampai sadar kalo Allah lagi ngajarin aku sesuatu. Tapi di antara semua pelajaran berharga yang aku dapet, aku rangkum beberapa yang menurutku cukup membawa perubahan di hidup aku.

* Jangan suka ngarep kalo gak siap kecewa

* Harus husnudzhan. Sama apapun, sama siapapun

* Belajar bilang Nggak, Tidak, Gak bisa. Gak semuanya harus di Iyain

* Kalo masih ragu, mending gak usah.


Dan ada beberapa hal yang masih harus aku pelajari. Karena prakteknya susah banget.

* Love your self first. Susah banget buatku. Sampe saat ini aku selalu ngerasa gmn yaa, kayak ga punya sesuatu gitu yang berharga yang membanggakan di diri pribadi

* Sabar. Khususnya kalo menghadapi anak-anak. Ujian terberat banget

* Kurangi ngelamun. Hahaha.. susah banget. Kebiasaan. ngelamun dan ngomong sendiri. Dua hal yang sulit dihindari


Mungkin itu ya sementara. Kalo nanti tiba-tiba keinget hal lainnya. aku update lagi.

Selasa, 29 September 2020

Sesah hilapna

Aku agak kesulitan kalau harus menuliskan lagu favorit. Bukan apa-apa, aku jarang sekali menikmati musik. Kalaupun iya, biasanya karena disarankan orang lain atau random tersesat di beranda yutub.

Tapi belakangan ini, sering tanpa sadar mendendangkan lagu yang dulu pernah dibawakan grup gamelanku waktu SMP. Nama grupnya, degung kameumeut...

Aku ga tau siapa penyanyi aslinya.. yang jelas bu Evi dan Desi (temenku sang sinden yang suaranya halimpuuu pisan) menyanyikan lagu ini dengan indah.. dan aku suka. Sampai sekarang masih terngiang-ngiang.

 

Sesah Hilapna

 

asa asa urang teh nembean tepang

(rasa-rasanya kita baru bertemu)

aya kereteg hate dugdeg surser sesah hilapna

(ada firasat hati dag dig dug ser, sulit melupakannya)

gening bet sungkan papisah

(ternyata enggan berpisah)

duuuh sesah hilapna

(sulit melupakannya)

kantenan urang teh nembean tepang

(apalagi kita baru saja bertemu)

aya nu eunteup gerentes kadeudeuh

(ada yang singgah perasaan sayang)

sesah hilapna

(sulit melupakannya)

nyanding asih dina ati

(ada rasa sayang dalam hati)

duh sungkan patebih

(enggan berjauhan)

ayeuna urang ngahiji

(sekarang kita bersatu)

geus jadi batur sa ati

(menjadi teman sehati)

gemulung siang jeung wengi

(siang dan malam)

duh bagja nyanding asih

(bahagia merasakan cinta)

teu kaop teu tepang sadinten

(tidak bertemu sehari saja)

teu kawawa ku rasa kangen

(tidak tahan dengan rasa rindu)

teu benang dipapalerkeun

teu benang dibebenjokeun

 

Tiap denger lagu Sunda, rasanya nyesss kana hate. Apalagi kalo pas di perantauan gini dengerinnya. auto keinget kampung halaman deh...


Senin, 28 September 2020

Masih

Alhamdulillah, masih punya pekerjaan, sementara yang lain di luar sana banyak yang kehilangan, atau belum mendapat pekerjaan.

Alhamdulillah, masih diberi kesehatan. Di tengah pandemi, semakin terasa begitu berharganya kesehatan.

Alhamdulillah, Allah masih sayang... Masih diberi usia untuk memperbaiki diri...

Alhamdulillah, hari ini masih diberi kesempatan menghirup udaraNya dengan penuh kelapangan... 

Alhamdulillah, aku masih jadi bagian dari semesta...

Minggu, 27 September 2020

Memang sudah jalannya

15 tahun lalu, ditemani kakakku, aku menyusuri lorong sabuga ITB membawa selembar formulir pendaftaran SPMB. Di depan dan di belakangku mengular pendaftar lainnya. Yang aku yakin, sama-sama penuh harap, dan sama-sama cemas sepertiku.

Beberapa meter dari meja pendaftaran, pengantar tidak diperkenankan ikut. Aku yang kikuk, melanjutkan berjalan dalam antrian sambil mengamat-amati kertas yang tertulis namaku, serta kode jurusan Pendidikan Biologi UPI sebagai jurusan pertama, dan psikologi UPI di pilihan kedua.

Tinggal beberapa langkah lagi sampai di meja pendaftaran, tanpa sengaja aku membaca spanduk berisi pengumuman jurusan2 yang siswanya tidak boleh buta warna. Kedua jurusan yang aku pilih, masuk ke dalam daftar itu.

Diriku yang polos, saat itu ga sadar kalo itu hanya strategi marketing bagi penjual jasa tes buta warna. Dan diriku yang panik dihadpakan pada pilihan. Daftar ke jurusan2 pilihanku dengan risiko nanti didepak karena buta warna. Atau ganti jurusan yg aman tanpa syarat bebas buta warna.

Kok bisa-bisanya saat itu aku ga sadar kalo aku tu dari dulu sehat sehat aja matanya. Ga ada sedikitpun indikasi buta warna. Tapi namanya panik, aku jadi kayak kehilangan akal sehat.

Akhirnya aku balik kucing ke belakang antrian, mencari kakakku. Mau menanyakan pendapat dia. Tapi dicari2 ga ketemu. Makin panik lah. Di saat yang sama, ternyata kakakku mencari ke area meja pendaftaran, namun tidak menemukanku. Duh.

Masuk lagi lah ke meja pendaftaran. Tanpa fikir panjang, aku ganti pilihan jurusan. Fisika di pilihan pertama, dan matematika pilihan kedua. Semua di kampus UPI. Untuk kampus, aku memang tidak punya pilihan. Harus di kampus yang sama dengan kakakku, supaya nanti bapak tidak pusing menambah biaya kos untukku.

Singkat cerita, Aku lulus SPMB Pilihan pertama. Tapi hatiku ga pernah ada di fisika. Sejak SMP aku penggemar biologi. Sementara Fisika, musuh bebuyutan. 

Mungkin garis nasibku memang ga kuliah di UPI. Setelah persiapan Ospek, pengumuman STAN akhirnya keluar. Dan alhamdulillah aku lulus, walau hanya diploma I.

Kalo misalnya saat itu aku masuk jurusan biologi, aku akan dengan sangat yakin melepas STAN. Tapi berhubung keduanya bukan pilihan hati. Aku jadi bimbang. Lanjut kuliah di fisika, atau STAN? keduanya tidak ada yang benar-benar aku minati.
 
Setelah beberapa hari memikirkan, aku putuskan mengambil kuliah di STAN. Dengan pertimbangan supaya tidak teralu membebani bapak dengan biaya kuliah. STAN kan gratis. Dan kebetulan, tempat pedidikannya pun di Cimahi. Untuk tempat tinggal, aku dititipkan bapak di rumah salah satu temannya.

Dari sanalah semua bermula.

Ternyata, keluguanku saat itu mempertemukanku dengan keluarga baru. Ibu, bapak, kakak, ceuceu, Riri... Ketergesaanku mengubah pilihan adalah pembuka jalan aku bertemu jodoh. Dan Dari semua rentetan peristiwa itu. Aku mengenal teman-teman baik, kakak-kakak baru yang begitu mengayomi. Mbak K dan mbak V...

Sabtu, 26 September 2020

Prestasi?

Sedikit sekali pencapaian yang bisa aku banggakan. Tapi baru-baru ini, bolehlah aku berbangga diri karena bisa lolos salah satu ujian...

Namanya UPKP, Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat. Alhamdulillah, dapet kesempatan untuk ikut ujian ini. Karena, di instansi tempatku mengabdi, ujian ini tidak bisa diprediksi.

Jadi pernah beberapa tahun ke belakang, ujian ini sempat tidak diadakan. Sehingga para lulusan sarjana yang harus menunggu kenaikan pangkat reguler, tidak punya kesempatan melalui jalan pintas.

Alhamdulillah, taun lalu Ujian ini diselenggarakan lagi. Jadi aku bisa ikut mencicipi. Dan alhamdulillahnya lagi aku lulus...

Seneng banget bisa melewati ujian ini. Soalnya susah2.. dan buatku yang udah vakum lama dari dunia menjawab soal. Tantangan banget pastinya ikut ujian2 semacam ini..


Alhamdulillah. Bisa ternyata

Jumat, 25 September 2020

Kenang

Tidak banyak hal manis kujejaki untuk kuingat-ingat. Ada lebih banyak hal yang hanya sekedar aku lewati dan tidak ingin kutengok lagi.

Jadi, saat aku diminta untuk menuliskan memori paling indah untuk kubagi. Jujur, rasanya agak sulit.

Aku terpaksa menelusuri jalur memori. Menengok ke masa lalu untuk menggali-gali.

Tapi rasanya semua biasa saja, tak ada yang istimewa. Beberapa hambar, lainnya tawar. Malah kutemukan banyak getir.

Lantas, aku mengorek kembali. Apa betul tak ada yang manis sama sekali?

Sayangnya, satu kepahitan ternyata mampu membuang rasa manis yang tadinya ada. 

Getir pun menulari rasa lainnya. Sehingga semua terasa sama...

Aku bingung. Semakin kucari, makin tak kudapati. Dan rasa pahit kian menjadi. Membikin perih.

Ah, kusudahi saja membuang waktu mencari rasa manis yang mungkin sudah basi.

Aku buat saja memori baru. Sehingga nanti saat aku ditanya kembali kenangan manis apa yang paling kuingat. Aku bisa menjawabnya dengan senyum simpul, dan mata berbinar.

Saat itu aku bahagia, karena aku...

Kamis, 24 September 2020

Setiap Pagi

Beberapa menit di pagi hari, sebelum penghuni rumah yang lain terbangun. Waktu singkat, untuk aku dapat berpuas diri menikmati udara sejuk, dan hening yang menenangkan, sembari menunggu cahaya redup muncul malu-malu.

Rasanya menyenangkan, terjaga tanpa harus berjaga. Terkadang aku mengisi pagi yang penuh magis ini dengan kegiatan berguna. Namun tak jarang aku hanya terduduk diam di ujung tempat tidur. Memegang gawai, lalu menarik layar ke sana ke mari tak tentu arah.

Bukannya aku tidak suka bercengkrama dengan penghuni rumah lainnya. Namun, aku seringkali merindukan ketenangan, yang tak kudapati selain di pagi hari. Sebelum kesibukan monoton memerangkapku lagi dalam kejemuan. 

Rabu, 23 September 2020

Nyaman....

Aku mulai nyaman...
Berbicara pada dinding kamar
Aku takkan tenang, saat sehatku datang..

Bersyukur, aku masih belum se"tidak waras"itu sih... walau mungkin sedikit menyerempet ke arah sana.

Kapan dan di mana aku merasa nyaman?

Entahlah, sekarang rasanya aku menemukan kenyamanan setiap kali aku sendiri, menyepi. Kemudian aku punya waktu untuk berbicara kepada diriku sendiri. Tanpa ada yang menginterupsi.

Kadang, aku perlu menumpahkan isi kepalaku yang kebanyakan sampah itu. Hal-hal tidak penting. Keruwetan yang semakin hari semakin silang sengkarut. Masalah yang belum terselesaikan. Mimpi-mimpi aneh yang ingin sekali aku wujudkan. Atau hal-hal kecil yang bisa aku lakukan.

Isi kepalaku yang absurd itu, sesekali perlu untuk dikeluarkan. Maka dari itu, sering kali kumuntahkan. Kubisikkan pada diriku sendiri. Kusimak baik-baik, untuk kemudian kutelan kembali.  Karena rasanya teralu memalukan untuk kubagi dengan orang lain

Aku tidak bisa memutuskan dari semua itu mana yang paling membuatku nyaman. Kesendiriannya kah, atau kesempatan untuk membicarakan isi kepala dan hati.

Atau mungkin itu satu kesatuan.

Yang jelas, aku merasa nyaman ketika aku menyendiri dan  bebas berbicara pada diriku sendiri.


Selasa, 22 September 2020

Bapak

Beberapa hari ini, setiap kali teringat bapak, air mata tanpa terasa meleleh begitu saja. Merasa nelangsa, karena belum bisa pulang di saat bapak sedang sakit, jauh di sana di Sukabumi.

Yang menyesakkan adalah, aku belum bisa menemaninya, menghiburnya menjaganya. Kondisi belum memungkinkan untuk aku pulang saat ini, di tengah pandemi ini.

Aku bersyukur sekali, mempunyai sosok ayah seperti Bapak. Walau kadang beliau keras, tegas cenderung galak. Tapi tetap, bapak adalah sosok penyayang. Hatinya lembut dibalik sikapnya yang terkadang keras. Sekali waktu bapak memukul, kalau kami anak-anaknya tidak patuh atau susah diatur. Tapi beliau tidak sungkan menangis, memeluk kami ketika kami pulang setelah berpetualang jauh dari rumah.

Masih terbayang, bapak yang berdiri di ambang pintu dengan mata penuh marah. Ya, tentu saja karena ulahku sendiri. Biasanya karena pulang terlambat tanpa mengabari. Bagi bapak, pulang ke rumah sebelum magrib adalah wajib. Tidak ada yang boleh berkeliaran di malam hari. Kecuali jika memang ada keperluan penting. Atau ada acara yang memang harus kami hadiri.

Tapi, aku juga suka sering mendapati ekspresi bangga bapak ketika menceritakan kami kepada teman-temannya. Bapak membicarakan pencapaian kami, yang menurutku biasa saja ini dengan penuh semangat. berapi-api. Dan aku menikmatinya, walau kadang merasa pujian bapak terhadap kami terlalu berlebihan.

Namu, yang paling kurindukan adalah saat beliau memelukku... terasa sekali kasih sayang dalam peluk eratnya. Dalam sorot matanya yang berkaca-kaca karena air mata bahagia, ketika melihatku pulang ke rumah bersama suami dan anak-anak.

Aku sangat bersyukur mempunyai Bapak. Aku sangat bahagia menjadi putri Bapak.

Hampura abah.. Dede tacan tiasa ngapibagja Bapak Mamah...
Enggal damang... Dede sono pisan