Senin, 20 Januari 2014

Hibiscus Rosa-Sinensis

"Hibiscus rosa-sinensis" Bisikmu lirih
"Kembang sepatu" Kataku sambil mengulurkan tangan, mencoba memetik merahnya.
"Jangan!" Pekikmu.
"Jangan petik!" Kau pelankan suaramu. Tanganmu menggantung di udara, isyarat menahanku mengambil bunga itu.
"Bunga ini sepertinya bagus menghias rambut kita" Aku menarik tanganku. Kikuk.

"Tidak mempercantik sama sekali" Katamu sambil bergegas, memacu langkah. Suara tuk tuk tuk sepatu berhak tinggimu menggema di sepanjang trotoar.
"Hibiscus rosa-sinensis" Bisikmu lagi.
"Ada apa dengan si hisbis hisbis ini?" Aku ikut-ikutan ngebut, mensejajari langkahmu.
"Hibiscus rosa-sinensis. Dari bunga itu, aku mengambil namaku. Rosa" Kamu tiba-tiba menghentikan langkah. Sepatu jinjitku hampir membuatku terpeleset saat aku ikut berhenti mendadak.
"Aku mengamati bunga itu di kelas biologi SMP dulu. Dan menertawainya bersama seisi kelas saat guruku sampai kepada kesimpulan Hibiscus rosa-sinensis memiliki putik dan benangsari, dua alat kelamin. Dia banci" Kamu masih mematung. Entah memandang apa di kejauhan. Semoga saja bukan karena kamu kesambet hantu pohon jambu. Jakunku naik turun menelan ludah, merasakan emosi yang menguar dari matamu. Aku faham. Bagimu itu bukan hanya kembang sepatu.

Aku membiarkan angin malam mengisi diam di antara Kita. Menceracau sendiri. Aku tidak tahu kalau bunga punya jenis kelamin seperti manusia. Aku bahkan tidak bisa menyebut namanya hibisus hibisus entah apa itu. Bagiku itu hanya bunga sepatu. Tapi bagimu, mungkin semacam simbol diri.
Suara tuk tuk sepatu jinjit kita dan desau angin yang semakin berguruh mengisi kebisuan sepanjang sisa perjalanan. Mengantarkan kita ke taman di sudut kota. Ada banyak kembang sepatu di sana. Juga Rosa lainnya, menunggu tangan-tangan usil yang siap memetik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar